Jumat, 02 April 2010

Wolf Totem by Sugeanti Madyoningrum

Masyarakat padang rumput Mongolia termasyur berkat nama besar Jenghis Khan. Masyarakat penggembala yang hidup secara berpindah-pindah di wilayah padang rimput Mongolia yang luas. Mongolia bertetangga dengan Cina. Tapi sayang, masyarakat Cina yang agraris dan masyarakat Mongolia yang nomaden, meski secara historis ada pencampuran darah keduanya tapi menolak untuk ‘bersatu’. Hal ini terjadi karena adat istiadat mereka yang sangat bertolak belakang. Masyarakat Cina agraris (Kaum Han) berprinsip dimana saja asalkan ada rumput yang tumbuh subur berarti tanah itu bisa dijadikan ladang atau sawah. Mereka selalu membuka lahan-lahan baru demi keuntungan semata tanpa memperhatikan keseimbangan ekosistem lahan tersebut. Bila lahan yang digarap sudah kering dan tidak bisa ditanami maka mereka akan meninggalkannya begitu saja.

Sedangkan masyarakat nomaden Mongolia (kaum padang rumput) memanfaatkan padang rumput mereka dengan sangat hati-hati. Mereka adalah pengembala domba, kambing, sapi dan kuda. Kaum padang rumput menentukan jumlah peliharaan mereka berdasarkan ketersediaan rumput yang ada. Kalaupun mereka harus berpindah mencari padang rumput yang baru, selalu masih tersedia sedikit rumput dengan kotoran ternak mereka. Hal ini dilakukan agar padang rumput bisa tumbuh hijau kembali seperti sedia kala. Dan bisa dimanfaatkan lagi (meskipun tidak optimal) setelah padang rumput baru nantinya menipis. Suatu hal mendasar yang memungkinkan kedua kaum ini tak bisa bersatu.

Chen Zhen -seorang pelajar muda kaum Han dari Beijing- dikirim ke Olonbulag di Mongolia dalam. Dia dan Yang Ke mendapat tugas sebagai pengembala domba, ditemani oleh tiga anjing kesayangan mereka (Erlang, Yir, dan Kuning). Chen sangat menyukai hidup di padang rumput. Kehidupan baru yang penuh dengan hal-hal baru dan tantangan mendebarkan. Tinggal di Yurt, bertarung dengan ganasnya nyamuk pada musim panas, bertahan dalam badai salju rambut putih, menggembala 1.700 domba dan kambing, dan yang paling menantang adalah berperang dengan serigala Olonbulag. Chen seorang pemuda yang cerdas dengan rasa ketertarikan tinggi pada kehidupan kaum padang rumput. Hal ini lah yang membuat dia cepat belajar banyak hal baru selama tinggal di Brigade 2. bilgee, Sang tetua adat di brigade 2 mencintainya bahkan menjadikan chen sebagai anak angkat.

Kedekatan Chen dengan Bilgee, yang membuatnya lebih mengenal tentang adat istiadat masyarakat Mongolia Dalam. Satu hal yang sangat menarik perhatiannya adalah tentang totem serigala. Suatu warisan turun temurun buyut dari para buyut Jenghis Khan hingga keturunan Bilgee, bahwa serigala sangat dimuliakan. Serigala adalah pelindung padang rumput. Selama ini Tengger (sesembahan orang Mongolia) sangat menyayangi serigala. Selain menjaga kelestarian padang rumput, serigala juga sebagai perantara pelepasan roh kaum padang rumput yang sudah meninggal, agar segera mencapai Tengger. Kaum padang rumput yang meninggal akan dibawa ke bukit, lalu serigala akan memangsa seluruh tubuh mayat tersebut. Begitulah serigala menolong agar roh mayat tersebut mencapai Tengger. Sesuai dengan kepercayaan, apabila ada mayat yang tetap utuh maka rohnya tidak akan bisa bahagia berjumpa Tengger tapi merana di kedalaman gurun Gobi.

Serigala juga patuh menjalankan tugas dari Tengger untuk menjaga padang rumput. Serigala memakan rusa, marmot, tikus tanah dan kelinci dalam jumlah besar. Hal ini dilakukan karena hewan-hewan tersebut mampu menghabislan rumput puluhan hektar hanya dalam hitungan hari saja. Bila hal ini dibiarkan, ternak para pengembala kaum padang rumput akan mati kelaparan. Gerombolan serigala hanya akan memakan ternak bila populasi ternak kaum padang rumput dirasa terlalu banyak atau keempat hewan rakus itu diburu habis oleh manusia. Bilgee mengidolakan serigala yang sangat bertanggung jawab pada kelompoknya. Para serigala pemburu ketika sudah mendapatkan mangsa tidak akan menghabiskan seluruhnya, tapi hanya makan secukupnya lalu mereka menyisakan daging buruan untuk anggota kelompok yang tidak ikut berburu, yaitu para srigala tua, cacat, betina dan anak-anak serigala. Ketika kelompok terakhir ini pergi, barulah hewan korban buruan mereka hanya tinggal tulang belulang. Serigala selain pelari cepat, berani juga terkenal cerdik dan sabar dalam berburu. Berbagai strategi manajemen pasukan yang dilakukan oleh Jengis Khan meniru seluruh taktik berburu, pertahanan dan juga mental ‘bertarung’ serigala. Oleh karena itu meski prajurit Jengis Khan lebih sedikit dari lawan, dia tetap bisa meraih kemenangan.

Beberapa fakta inilah yang membuat Chen menjadi terobsesi pada serigala. Dia ingin mengetahui segala sifat dan perilaku serigala. Tidak hanya berdasarkan cerita dari Bilgee atau para pengembala lain. Namun juga dalam jarak dekat dengan mata kepalanya sendiri. Chen berkeinginan untuk menculik dan memelihara anak serigala di Yurt. Dia beserta Yang Ke, Gao Jianzhong dan Dorji berhasil menculik anak serigala di lereng gunung. Meski Dorji kemudian tertarik untuk memelihara anak serigala juga, namun sayang ketika berumur 1 bulan dibunuhnya. Hanya tinggal Chen yang tetap bertahan dengan anak serigala itu. Bukan sebuah hal mudah memelihara anak serigala. Selain serigala kecil ini rakus juga menghabiskan banyak persediaan susu dan daging milik Chen. Para pengembala juga menentang usaha Chen, terutama pengembala kuda. Suatu hal yang wajar, karena ternak-ternak mereka pernah dicuri. Serigala telah memakan ternak mereka. Ada dendam yang terpendam. Ternak-ternak itu adalah aset mereka, yang bisa menopang kehidupan mereka dan keluarganya.

Apalagi, ketika Chen membawa pulang anak serigala itu, sedang terjadi permasalahan besar menyangkut serigala antara anggota brigade 2 dan para petinggi militer. Hal ini mengakibatkan Batu, Laasurung dan 2 pengembala kuda diturunkan jabatannya. Selain itu, Kamerad Uljii dipecat. Mereka berlima adalah keluarga dalam brigade 2. Yang lebih memberatkan hati Chen, Bilgee marah dengan keputusannya memelihara hewan tersebut. Serigala selama ini adalah simbol kemuliaan masyarakat padang rumput Mongolia Dalam, posisinya berada diatas manusia. Totem serigala. Bila serigala dipelihara manusia maka ia hanya akan menjadi budak, yang posisinya dibawah manusia. Dengan kesungguhan hati dan niat baik, Chen berjanji pada Bilgee dan Direktur Bao Shungui –pemimpin brigade 2 yang baru- akan tetap memuliakan serigala dan menempatkan serigala kecil itu selayaknya raja. Meski sudah mendapatkan ijin tapi Chen tetap menjalani hari-hari yang berat. Untung saja meski anak serigala itu masih kecil Chen sudah bisa belajar banyak tentang kecerdasan dan perilaku serigala.
Saya terhanyut dengan deretan emosi Chen yang disungguhkan penulis ketika dia membesarkan serigala kecil. Detail keseharian mereka dalam berinteraksi sering menggundang gelak spontan juga geram terpendam. Meski akhir dari persahabatan antara Chen dan serigala kecil tidak sesuai dengan yang saya inginkan. Tapi larikan emosi keduanya meninggalkan bekas mendalam dihati.

Dalam buku ini, penulis mendeskripsikan dengan detail seluruh setting dan adegan setiap tokoh, juga luapan emosi yang mengiringi setiap adegan. Tentu hal ini tak luput dari kecemerlangan sang penterjemah yang menuturkan isi buku dengan bahasa sederhana dan menyenangkan untuk dinikmati. Gaya bahasa ini membuat saya seakan berada di dekat Chen dan turut menikmati segala apa yang dia lihat, dengar dan rasakan secara langsung tanpa jeda. Bagian kesukaan saya adalah ketika Bilgee, Uljii dan Chen menemukan padang rumput baru. Dimana Chen merasakan seakan di padang rumput yang letaknya di surga. Deskripsi penerjemah menawan hati. Tentang padang rumput hijau terhampar indah dengan danau angsa ditengahnya. Juga pendeskripsian hamparan luas bunga Peony Terna Putih dari kaca mata Yang Ke yang romantis. Pemilihan katanya sederhana tapi sanggup meluluhkan hati dan menarik kita untuk hadir langsung menikmati pemandnagan tersebut.

Saya menyukai buku ini. Saya mendapatkan banyak sekali ilmu tentang serigala, kebiasaan hidup para hewan dan juga penduduk nomaden padang rumput di Mongolia Dalam. Dan yang tak kalah menariknya. Penulis juga menuturkan berbagai trik untuk berburu dan bertahan hidup di padang rumput. Buku ini memang berisi pengalaman penulis yang diambil selama hidup di padang rumput wilayah perbatasan China. Namun, saya salut pada seluruh detail yang dituangkan penulis untuk buku ini. Terjawab sudah penasaran saya akan sebuah tulisan kecil di sampul buku ini “National Geographic Traveller (book of the month). Suatu hal yang layak adanya. Sampul warna merah hitam dengan dominasi wajah serigala dengan sorot mata tajam, sanggup menarik perhatian pada pandangan pertama. Terlepas dari kalimat-kalimat panjang dan deskripsi pada bab-bab awal yang bertele-tele. Buku ini hadir nyaris sempurna (hanya delapan kata yang typo) dan layak dinikmati oleh para pencinta buku dimanapun anda berada.(Ugik)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar